Monday, November 9, 2009

Shalat Fajar

Shalat Fajar

“Memulai Hari, Mendekatkan Diri”

“Wahai Manusia! Sesungguhnya dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban dosa, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.”


Di zaman yang telah memasuki era hypercompetitive ini, yang tampaknya segala hal terasa sangat tergesa, dan waktu sudah tak cukup lagi dideskripsikan menjadi hanya 24 jam, siapakah yang bernai mencoba menambah beban dengan menjalankan berbagai anjuran untuk melaksanakan shalat sunnah? Bukankah segala yang wajib saja sekarang sudah mulai memanfaatkan waktunya di akhir, dan bukannya tepat saat waktu yang utama langsung bergegas mengambil air wudhu saat mendengar azan berkumandang?

Bersikap positiflah dengan Allah. Dan, tak usah meragukan lagi lelaki agung, Nabi Muhammad SAW, dimana ratusan tahun yang silam sabdanya terus saja menggoda kesadaran sebagai umat Islam yang selalu hanya mampu mencoba tertib menjalankan ibadah wajibnya. Shalat wajib, tindak kebaikan, penyemaian amal, dan kesalehan social, serta berbagai kegiatan ruhani yang telah dilakukan di berbagai kehidupan memang bukanlah sesuatu yang sia-sia. Namun, seperti kutipan diatas, disiratkan kita tak akan cukup kuat menanggung pikulan dosa yang terus menumpuk. Semua tindakan itu, menurut beberapa hadits ternyata hanya sebatas untuk meringankan. Tak sampai pada titik dimana kita akan dicintai-Nya. Di mana kaki kita dikuatkan-Nya, pendengaran kita dibantu-Nya, serta apa yang kita mau dan kehendaki akan dikabulkan-Nya.

Sebenarnya makna apakah yang tersembunyi di balik pemahaman punggung yang berat serta cara meringankannya dengan memperpanjang sujud? Tidak lain melaksanakan salat sunnah. Sebuah kegiatan ekstra, yang tentu saja memerlukan waktu ekstra, tetapi sejatinya kita juga akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa, yaitu dicintai-Nya.

”Dan, tiada bertaqarrub (mendekat) kepada-Ku seseorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Kusukai daripada menjalankan kewajibannya. Dan, tiada henti-hentinya hamba-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah hingga Aku mencintainya. Kalau Aku mencintainya, maka Aku bersama dengannya untuk apa yang akan didengarny. Dari tangannya yang ia pergunakan untuk memukul atau bekerja, maka Aku akan senantiasa menjadi kakinya dan selalu berjalan mengiringinya. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya ia akan Kuberi. Dan jika ia meminta perlindungan- Ku niscaya pula Aku akan selalu melindunginya” (H.R. Bukhari)

Insya Allah, hadits ini mampu mengantarkan kita untuk membenamkan diri dalam samudra kenikmatan bermunajat kepada Allah melalui shalat sunnah. Syeikh Mazhahir Sa’adi, sang wara’ dari tanah Mullah, diceritakan pernah selama 7 tahun khusyuk menghabiskan waktunya dengan menangis karena mencintai dan merindukan Allah. Sampailah suatu malam, sang sufi bermimpi meliaht sebuah sungai yang dialiri minyak wangi. Pada setiap sisinya berderet pepohonan mutiara beranting emas. Sementara di bagian lainnya, beberapa gadis jelita sibuk memilin tasbih. “Siapakah kalian?”, tanya Sa’adi. Bidadari-bidadari inipun menjawab santun melalui dua bait syair yang arti bebasnya adalah, bahwa mereka diciptakan khusus untuk orang-orang yang senang hadir di hadapan-Nya sepanjang malam dengan memperpanjang sujudnya.

“Tidak ada nafilah, shalat sunnah, yang sangat dijaga pelaksanaannya oleh Nabi SAW melebihi dua rakaat fajar” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Shalat sunnah fajar atau yang lebih dikenal juga sabagai sunnah Qabliyah Subuh, adalah shalat dua rakaat ketika fajar menyingsing atau sebelum mengerjakan shalat subuh. Dua rakaat itu disebut fajar karena dikerjakan di waktu fajar dan disebut Qabliyah Subuh karena dikerjakan sebelum shalat subuh. Shalat inipun disebut juga ratib atau (min) rawatib karena pelaksanaannya mengikuti shalat fardhu, yaitu shalat subuh.

Hadist riwayat Muslim dan Ahmad juga menyebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Kedua rakaat itu lebih kusukai dari pada dunia dan seisinya”. Hal ini karena begitu besarnya fadhilah shalat fajar ini.

Sebagaimana Rasul membaca Al-Kafirun pada rakaat kedua, maka dalam shalat fajar yang kita lakukan selayaknya mengikuti bacaan tersebut. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan ulama besar, bahwa dengan membaca surat Al-Kafirun kita sekaligus menegaskan diri bahwa di hari yang akan kita lalui eksistensi ubudiyah kita haruslah lebih kuat lagi dari hari-hari sebelumnya. Tidak tercemar oleh polusi syirik dan nifak.


Wallahu'alam. .

No comments:

Post a Comment